Kamis, 26 September 2013

ATONIA UTERI

A.    ATONIA UTERI
a.       Pengertian
Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri. Perdarahan postpartum dengan penyebab uteri tidak terlalu banyak dijumpai karena penerimaan gerakan keluarga berencana makin meningkat (Manuaba & APN). 
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan  pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi.
Batasan: Atonia uteri adalah uterus yang tidak berkontraksi setelah janin dan plasenta lahir.

b.      Penyebab
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor predisposisi (penunjang ) seperti :
1.         Overdistention uterus seperti: gemeli makrosomia, polihidramnion, atau paritas tinggi.
2.         Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.
3.         Multipara dengan jarak kelahiran pendek
4.         Partus lama / partus terlantar
5.         Malnutrisi.
6.         Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya plasenta belum terlepas dari dinding uterus.

c.       Gejala
1.         Uterus tidak berkontraksi dan lunak 
2.          Perdarahan segera setelah plasenta dan janin lahir.
d.      Pencegahan
Atonia uteri dapat dicegah dengan Managemen aktif kala III, yaitu pemberian oksitosin segera setelah bayi lahir (Oksitosin injeksi 10U IM, atau 5U IM dan 5 U Intravenous atau 10-20 U perliter Intravenous drips 100-150 cc/jam.
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.Oksitosin mempunyai onset yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti preparat ergometrin. Masa paruh oksitosin lebih cepat dari Ergometrin yaitu 5-15 menit.
Prostaglandin (Misoprostol) akhir-akhir ini digunakan sebagai pencegahan perdarahan postpartum.
e.       Penanganan
1.      Secara umum
a)      Mintalah Bantuan. Segera mobilisasi tenaga yang ada dan siapkan fasilitas tindakan gawat darurat.
b)      Lakukan pemeriksaan cepat keadaan umum ibu termasuk tanda vital(TNSP).
c)      Jika dicurigai adanya syok segera lakukan tindakan. Jika tanda -tanda syok tidak terlihat, ingatlah saat melakukan evaluasi lanjut karena status ibu tersebut dapat memburuk dengan cepat. 
d)     Jika terjadi syok, segera mulai penanganan syok.oksigenasi dan pemberian cairan cepat, Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
e)      Pastikan bahwa kontraksi uterus baik: 
f)       lakukan pijatan uterus untuk mengeluarkan bekuan darah. Bekuan darah yang terperangkap di uterus akan menghalangi kontraksi uterus yang efektif. berikan 10 unit oksitosin IM 
g)      Lakukan kateterisasi, dan pantau cairan keluar-masuk.
h)      Periksa kelengkapan plasenta Periksa kemungkinan robekan serviks, vagina, dan perineum.
i)        Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
j)        Setelah perdarahan teratasi (24 jam setelah perdarahan berhenti), periksa kadarHemoglobin:
k)       Jika Hb kurang dari 7 g/dl atau hematokrit kurang dari 20%( anemia berat):berilah sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 120 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan;
l)         Jika Hb 7-11 g/dl: beri sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 60 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan;

2.      Penanganan khusus
a)      Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri.
b)      Teruskan pemijatan uterus.Masase uterus akan menstimulasi kontraksi uterus yang menghentikan perdarahan.
c)       Oksitosin dapat diberikan bersamaan atau berurutan
d)      Jika uterus berkontraksi.Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera.
e)      Jika uterus tidak berkontraksi maka :Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & ostium serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong, Antisipasi dini akan kebutuhan darah dan lakukan transfusi sesuai kebutuhan. Jika perdarahan terus berlangsung:
Pastikan plasenta plasenta lahir lengkap;Jika terdapat tanda-tanda sisa plasenta (tidak adanya bagian permukaan maternal atau robeknya membran dengan pembuluh darahnya), keluarkan sisa plasenta tersebut.Lakukan uji pembekuan darah sederhana.
Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati.




B.     YANG BERHUBUNGAN DENGAN ATONIA UTERI
a.       Retensio plasenta
1.      Pengertian
Retensio Plasenta ialah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga 30 menit atau lebih setelah bayi.
2.      Penyebab
sebab retensio plasenta dibagi menjadi 2 golongan ialah sebab fungsional dan sebab patologi anatomik.
1.      Sebab fungsional 
a)      His yang kurang kuat (sebab utama)
b)      Tempat melekatnya yang kurang menguntungkan (contoh : di sudut tuba)
c)      Ukuran plasenta terlalu kecil
d)     Lingkaran kontriksi pada bagian bawah perut 

2.  Sebab patologi anatomik (perlekatan plasenta yang abnormal)
a)      Plasenta akreta :  vili korialis menanamkan diri lebih dalam ke dalam dinding rahim daripada                biasa ialah sampai ke batas antara endometrium dan miometrium 
b)      Plasenta inkreta :  vili korialis masuk ke dalam lapisan otot rahim 
c)      Plasenta perkreta : vili korialis menembus lapisan otot dan mencapai  serosa atau menembusnya        
3.      Pencegahan
Untuk mencagah retensio plasenta dapat disuntikkan 10 iu pitosin i.m segera setelah bayi lahir.

4.      Akibat
Dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi, placenta inkarserata, dapat terjadi polip placenta dan terjadi degenarasi ganas korio karsinoma.

5.      Penanganan
a.    Sikap umum Bidan
1.      Memperhatikan k/u penderita
a)      Apakah anemis
b)      Bagaimana jumlah perdarahannya
c)      TTV : TD, nadi dan suhu
d)     Keadaan kontraksi dan fundus uteri

Mengetahui keadaan placenta:
a)      Apakah placenta ikarserata
b)      Melakukan tes pelepasan placenta : metode kusnert, metode klein, metode strassman, metode manuaba
c)      Memasang infus dan memberikan cairan pengganti

b.   Sikap khusus bidan
1.         Retensio placenta dengan perdarahan Langsung melakukan placenta manual
2.         Retensio placenta tanpa perdarahan
a)      Setelah dapat memastikan k/u penderita segera memasang infus dan memberikan cairan.
b)      Merujuk penderita ke pusat dengan fasilitas cukup untuk mendapatkan penanganan lebih baik. Memberikan tranfusi.
·      Proteksi dengan antibiotika.
·      Mempersiapkan placenta manual dengan legeartis dalam keadaan pengaruh narkosa.

3.         Upaya preventif retensio placenta oleh bidan
a)      Meningkatkan penerimaan keluarga berencana sehingga, memperkecil terjadi retensio placenta.
b)      Meningkatkan penerimaan pertolongan persalinan oleh nakes yang terlatih.
c)      Pada waktu melakukan pertolongan persalinan kala III tidak diperkenankan untuk melakukan massase dengan tujuan mempercepat proses persalinan placenta. Massase yang tidak tepat waktu dapat mengacaukan kontraksi otot rahim dan mengganggu pelepasan placenta. 

b.      sisa plasenta
1.      pengertian
sisa plasenta adalah sisa plasenta dan selaput ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim yang dapat menyebabkan perdarahan postpartum dini dan perdarahan postpartum lambat Tertinggalnya sebagian plasenta sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa plasenta.
2.      Penanganan
Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Dalam kondisi tertentu apabila memungkinkan, sisa plasenta dapat dikeluarkan secara manual. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral. Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.
c.       involusio uteri
1.      pengertian
involusio uteri adalah dimana uterus seorang ibu setelah melahirkan atau setelah selesai tindakan kala tiga dan uterusnya berubah terbalik dan bahkan sampai keluar dari vulva.
d.      gangguan pembekuan darah
1.      pengertian
Gangguan pada faktor pembekuan darah (trombosit) adalah Pendarahan yang terjadi karena adanya kelainan pada proses pembekuan darah sang ibu, sehingga darah tetap mengalir.
2.      Penyebab
Pada periode post partum awal, kelainan sistem koagulasi dan platelet biasanya tidak menyebabkan perdarahan yang banyak, hal ini bergantung pada kontraksi uterus untuk mencegah perdarahan. Deposit fibrin pada tempat perlekatan plasenta dan penjendalan darah memiliki peran penting beberapa jam hingga beberapa hari setelah persalinan. Kelainan pada daerah ini dapat menyebabkan perdarahan post partun sekunder atau perdarahan eksaserbasi dari sebab lain, terutama trauma.
3.      Tanda dan gejal
1.      Perdarahan berlangsung terus
2.      Merembes dari tempat tusukan

4.      Komplikasi
Komplikasi-komplikasi obstetric yang diketahui berhubungan dengan DIC (Koagulasi Intravaskuler Diseminata) :
a.       Sepesi oleh kuman gram negative, terutama yang mneyertai dengan abortus septic
b.      Syok berat
c.       Pemberian cairan hipertonik ke dalam uterus

5.      Penanganan
Jika tes koagulasi darah menunjukkan hasil abnormal dari onset terjadinya perdarahan post partum, perlu dipertimbangkan penyebab yang mendasari terjadinya perdarahan post partum, seperti solutio plasenta, sindroma HELLP, fatty liver pada kehamilan, IUFD, emboli air ketuban dan septikemia. Ambil langkah spesifik untuk menangani penyebab yang mendasari dan kelainan hemostatik.

e.       ruptur uteri
1.      pengertian
Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miomentrium.
2.      Penyebab
1.      riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uterus
2.      induksi dengan oksitosin yang sembarangan atau persalinan yang lama
3.      presentasi abnormal ( terutama terjadi penipisan pada segmen bawah uterus ).
3.      Tanda dan gejala
Tanda dan gejala ruptur uteri dapat terjadi secara dramatis atau tenang.
Dramatis
·         Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat kontraksi hebat memuncak
·         Penghentian kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeri
·         Perdarahan vagina ( dalam jumlah sedikit atau hemoragi )
·         Terdapat tanda dan gejala syok, denyut nadi meningkat, tekanan darah menurun dan nafas pendek ( sesak )
·         Temuan pada palpasi abdomen tidak sama dengan temuan terdahulu
·         Bagian presentasi dapat digerakkan diatas rongga panggul
·         Janin dapat tereposisi atau terelokasi secara dramatis dalam abdomen ibu
·         Bagian janin lebih mudah dipalpasi
·         Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian menurun menjadi tidak ada gerakan dan DJJ sama sekali atau DJJ masih didengar
·         Lingkar uterus dan kepadatannya ( kontraksi ) dapat dirasakan disamping janin ( janin seperti berada diluar uterus ).
Tenang
·         Kemungkinan terjadi muntah
·         Nyeri tekan meningkat diseluruh abdomen
·         Nyeri berat pada suprapubis
·         Kontraksi uterus hipotonik
·         Perkembangan persalinan menurun
·         Perasaan ingin pingsan
·         Hematuri ( kadang-kadang kencing darah )
·         Perdarahan vagina ( kadang-kadang )
·         Tanda-tanda syok progresif
·         Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik atau kontraksi mungkin tidak dirasakan
·         DJJ mungkin akan hilang

4.      Macamnya
Ruptura uteri dapat terjadi secara komplet dimana robekan terjadi pada semua lapisan miometrium termasuk peritoneum dan dalam hal ini umumnya janin sudah berada dalam cavum abdomen dalam keadaan mati ; ruptura inkomplet , robekan rahim secara parsial dan peritoneum masih utuh.

f.       robekan jalan lahir
1.      klasifikasi
1.      Vagina
Perlukaan vagina sering terjadi sewaktu :
a.       Melahirkan janin dengan cnam.
b.      Ekstraksi bokong
c.       Ekstraksi vakum
d.      Reposisi presintasi kepala janin, umpanya pada letak oksipto posterior.
e.       Sebagai akibat lepasnya tulang simfisis pubis (simfisiolisis) bentuk robekan vagina bisa memanjang atau melintang.
Komplikasi robekan vagina antara lain :
a.       Perdarahan pada umumnya pada luka robek yang kecil dan superfisial terjadi perdarahan yang banyak, akan tetapi jika robekan lebar dan dalam, lebih-lebih jika mengenai pembuluh darah dapat menimbulkan perdarahan yang hebat.
b.      Infeksi jika robekan tidak ditangani dengan semestinya dapat terjadi infeksi bahkan dapat timbul septikami.
Perlukaan pada dinding depan vagina sering kali terjadi terjadi di sekitar orifisium urethrae eksternum dan klitoris. Perlukaan pada klitoris dapat menimbulkan perdarahan banyak. Kadang-kadang perdarahan tersebut tidak dapat diatasi hanya dengan jahitan, tetapi diperlukan penjepitan dengan cunam selama beberapa hari.
Robekan pada vagina dapat bersifat luka tersendiri, atau merupakan lanjutan robekan perineum. Robekan vagina sepertiga bagian atas umumnya merupakan lanjutan robekan serviks uteri. Pada umumnya robekan vagina terjadi karena regangan jalan lahir yang berlebih-lebihan dan tiba-tiba ketika janin dilahirkan. Baik kepala maupun bahu janin dapat menimbulkan robekan pada dinding vagina. Kadang-kadang robekan terjadi akibat ekstraksi dengan forceps. Bila terjadi perlukaan pada dinding vagina , akan timbul perdarahan segera setelah jalan lahir. Diagnosa ditegakkan dengan mengadakan pemeriksaan langsung. Untuk dapat menilai keadaan bagian dalam vagina, perlu diadakan pemeriksaan dengan speculum. Perdarahan pada keadaan ini umumnya adalah perdarahan arterial sehingga perlu dijahait. Penjahitan secara simpul dengan benang catgut kromik no.0 atau 00, dimulai dari ujung luka sampai luka terjahit rapi.
Pada luka robek yang kecil dan superfisal, tidak diperlukan penanganan khusus pada luka robek yang lebar dan dalam, perlu dilakukan penjahitan secara terputus-putus atau jelujur.
Bisanya robekan pada vagina sering diiringi dengan robekan pada vulva maupun perinium. Jika robekan mengenai puncak vagina, robekan ini dapat melebar ke arah rongga panggul, sehingga kauum dougias menjadi terbuka. Keadaan ini disebut kolporelasis. Kolporeksis adalah suatu keadaan dimana menjadi robekan pada vagina bagian atas, sehingga sebagian serviks uteri dan sebagian uterus terlepas dari vagina. Robekan ini dapat memanjang dan melintang.
2.      Perlukaan Vulva
Perlukaan vulva terdiri atas 2 jenis yaitu :
a.       Robekan Vulva
Perlukaan vulva sering dijumpai pada waktu persalinan. Jika diperiksa dengan cermat, akan sering terlihat robekan. Robekan kecil pada labium minus, vestibulum atau bagianbelakang vulva. Jika robekan atau lecet hanya kecil dan tidak menimbulkan perdarahan banyak, tidak perlu dilakkan tindakan apa-apa. Tetapi jika luka robekan terjadi pada pembuluh darah, lebih-lebih jika robekan terjadi pada pembuluh darah di daerah klitoris, perlu dilakukan penghentian perdarahan dan penjahitan luka robekan. Luka-luka robekan diahit dengan catgut secara terputus-putus ataupun secara jelujur. Jika luka robekan terdapat di sekitar orifisium uretra atau diduga mengenai vesika urinaria, sebaiknya sebelum dilakukan penjahitan, dipasang dulu kateter tetap.
b.      Hematoma Vulva
Terjadinya robekan vulva disebabkan oleh karena robeknya, pembuluh darah terutama vena yang terikat di bawah kulit alat kelamin luar dan selaput lendir vagina.
Hal ini dapat terjadi pada kala pengeluaran, atau setelah penjahitan luka robekan yang senbrono atau pecahnya vasises yang terdapat di dinding vagina dan vuluz. Sering terjadi bahwa penjahitan luka episiotomi yang tidak sempurna atau robekan pada dinding vagina yang tidak dikenali merupakan sebab terjadinya hematome. Tersebut apakah ada sumber perdarahan. Jika ada, dilakukan penghentian perdarahan. Perdarahan tersebut dengan mengikat pembuluh darah vena atau arteri yang terputus. Kemudian rongga tersebut diisi dengan kasa streil sampai padat dengan meninggalkan ujung kasa tersebut di luar. Kemudian luka sayatan dijahit dengan jahitan terputus-putus atau jahitan jelujur. Dalam beberapa hal setelah summer perdarahan ditutup, dapat pula dipakai drain.
3.      Serviks Uteri
Bibir serviks uteri merupakan jaringan yang mudah mengalami perlukaan saat persalinan karena perlukaan itu portio vaginalis uteri pada seorang multipara terbagi menjadi bibir depan dan belakang. Robekan serviks dapat menimbulkan perdarahan banyak khususnya bila jauh ke lateral sebab di tempat terdapat ramus desenden dari arateria uterina. Perlukaan ini dapat terjadi pada persalinan normal tapi lebih sering terjadi pada persalinan dengan tindakan – tindakan pada pembukaan persalinan belum lengkap. Selain itu penyebab lain robekan serviks adalah persalinan presipitatus. Pada partus ini kontraksi rahim kuat dan sering didorong keluar dan pembukaan belum lengkap. Diagnose perlukaan serviks dilakukan dengan speculum bibir serviks dapat di jepit dengan cunam atromatik. Kemudian diperiksa secara cermat sifat- sifat robekan tersebut. Bila ditemukan robekan serviks yang memanjang, maka luka dijahit dari ujung yang paling atas, terus ke bawah. Pada perlukaan serviks yang berbentuk melingkar, diperiksa dahulu apakah sebagian besar dari serviks sudah lepas atau tidak. Jika belum lepas, bagian yang belum lepas itu dipotong dari serviks, jika yang lepas hanya sebagian kecil saja itu dijahit lagi pada serviks. Perlukaan dirawat untuk menghentikan perdarahan.
4.      Korpus uteri
Perlukaan yang paling berat pada waktu persalianan ialah robekan uterus. Robekan ini dapat terjadi pada waktu kehamilan atau pada waktu persalianan, namun yang paling sering terjadi ialah robekan ketika persalinan. Mekanisme terjadinya robekan uterus bermacam-macam. Ada yang terjadi secara spontan, dan ada pula yang terjadi akibat ruda paksa. Lokasi robekan dapat korpus uteri atau segmen bawah uterus. Robekan bisa terjadi pada tempat yang lemah pada dinding uterus misalnya pada parut bekas operasi seksio sesarea atau bekas miomektomi. Robekan bisa pula terjadi tanpa ada parut bekas operasi, apabila segmen bawah uterus sangat tipis dan regang karena janin megalami kesulitan untuk melalui jalan lahir. Robekan uterus akibat ruda paksa umumnya terjadi pada persalinana buatan , misalnya pada estrasi dengan cunam atau pada versi dan ekstrasi. Dorongan Kristeller bila tidak dikerjakan sebagaimana mestinya dapat menimbulkan robekan uterus. Secara anatomi robekan uterus dapat dibagi dalam dua jenis yaitu:
•         Robekan inkomplet, yakni robekan yang mengenai endometrium dan miometrium tetapi perimetrium masih utuh.
•         Robekan komplet, yakni robekan yang mengenai endometrium, miometrium dan perimetrium sehingga terdapat hubungan langsung antara kavum uteri dan rongga perut. Robekan uterus komplet yang terjadi ketika persalianan berlangsung menyebabakan gejala yang khas yaitu nyeri perut mendadak, anemia, syok dan hilangnya kontraksi. Pada keadaan ini detak jantung janin tidak terdengar lagi, serta bagian-bagian janin dengan mudah dapat teraba dibawah dinding perut ibu.
5.      Uterus
Ruptura uteri disebabkan oleh his yang kuat dan terus menerus, rasa nyeri yang hebat di perut bagian bawah, nyeri waktu ditekan, gelisah atau seperti ketakutan, nadi dan pernafasan cepar, cincin van bandi meninggi. Setelah terjadi ruptura uteri dijumpai gejala-gejala syok, perdarahan (bisa keluar melalui vagina atau pun ke dalam rongga perut), pucat, nadi cepat dan halus, pernafasan cepat dan dangkal, tekanan darah turun. Pada palpasi sering bagian-bagian janin dapat diraba langsung di bawah dinding perut, ada nyeri tekan, dan di perut bagian bawah teraba uterus kira-kira sebesar kepala bayi. Umumnya janin sudah meninggal. Jika kejadian ruptura uteri lebih lama terjadi, akan timbul gejala-gejala metwarisme dan defenci musculare sehingga sulit untuk dapat meraba bagian janin.
Ruptur uteri dibedakan menjadi dua yaitu:
a.       Ruptura uteri spontan. Ruptura uteri spontan dapat terjadi pada keadaan di mana terdapat rintangan pada waktu persalinan, yaitu pada kelainan letak dan presentasi janin, disproporsi sefalopelvik, vanggul sempit, kelainan panggul, tumor jalan lahir.
b.      Ruptura uteri traumatik dalam hal ini reptura uteri terjadi oleh karena adanya lucus minoris pada dinding uteus sebagai akibat bekas operasi sebelumnya pada uterus, seperti parut bekas seksio sesarea, enukkasi mioma/meomektomi, histerotomi, histerorafi, dan lain-lain. Reptura uteri pada jaringan parut ini dapat dijumpai dalam bentuk tersembunyi (occult) yang dimaksud dengan bentuk nyata/jelas adalah apabila jaringan perut terbuka seluruhnya dan disertai pula dengan robeknya ketuban, sedang pada bentuk tersembunyi, hanya jaringan perut yang terbuka, sedang selaput ketuban tetap utuh.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar