A.
ATONIA UTERI
a. Pengertian
Atonia
uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan
rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri. Perdarahan postpartum dengan
penyebab uteri tidak terlalu banyak dijumpai karena penerimaan gerakan keluarga
berencana makin meningkat (Manuaba & APN).
Atonia
uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan
merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum.
Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah
melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan pospartum
secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang
mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta.
Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi.
Batasan: Atonia
uteri adalah uterus yang tidak berkontraksi setelah janin dan plasenta lahir.
b. Penyebab
Atonia
uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor predisposisi
(penunjang ) seperti :
1.
Overdistention
uterus seperti: gemeli makrosomia, polihidramnion, atau paritas tinggi.
2.
Umur
yang terlalu muda atau terlalu tua.
3.
Multipara
dengan jarak kelahiran pendek
4.
Partus
lama / partus terlantar
5.
Malnutrisi.
6.
Penanganan
salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya plasenta belum terlepas dari
dinding uterus.
c. Gejala
1.
Uterus
tidak berkontraksi dan lunak
2.
Perdarahan
segera setelah plasenta dan janin lahir.
d. Pencegahan
Atonia
uteri dapat dicegah dengan Managemen aktif kala III, yaitu pemberian oksitosin
segera setelah bayi lahir (Oksitosin injeksi 10U IM, atau 5U IM dan 5 U
Intravenous atau 10-20 U perliter Intravenous drips 100-150 cc/jam.
Pemberian
oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum
lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai
terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.Oksitosin mempunyai
onset yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi
tetani seperti preparat ergometrin. Masa paruh oksitosin lebih cepat dari
Ergometrin yaitu 5-15 menit.
Prostaglandin
(Misoprostol) akhir-akhir ini digunakan sebagai pencegahan perdarahan
postpartum.
e. Penanganan
1. Secara umum
a) Mintalah Bantuan. Segera mobilisasi
tenaga yang ada dan siapkan fasilitas tindakan gawat darurat.
b) Lakukan pemeriksaan cepat keadaan
umum ibu termasuk tanda vital(TNSP).
c) Jika dicurigai adanya syok segera
lakukan tindakan. Jika tanda -tanda syok tidak terlihat, ingatlah saat
melakukan evaluasi lanjut karena status ibu tersebut dapat memburuk dengan
cepat.
d) Jika terjadi syok, segera mulai
penanganan syok.oksigenasi dan pemberian cairan cepat, Pemeriksaan golongan
darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
e) Pastikan bahwa kontraksi uterus
baik:
f) lakukan pijatan uterus untuk
mengeluarkan bekuan darah. Bekuan darah yang terperangkap di uterus akan
menghalangi kontraksi uterus yang efektif. berikan 10 unit oksitosin IM
g) Lakukan kateterisasi, dan pantau
cairan keluar-masuk.
h) Periksa kelengkapan plasenta Periksa
kemungkinan robekan serviks, vagina, dan perineum.
i)
Jika
perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
j)
Setelah
perdarahan teratasi (24 jam setelah perdarahan berhenti), periksa
kadarHemoglobin:
k) Jika Hb kurang dari 7 g/dl
atau hematokrit kurang dari 20%( anemia berat):berilah sulfas ferrosus 600 mg
atau ferous fumarat 120 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari
selama 6 bulan;
l)
Jika
Hb 7-11 g/dl: beri sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 60 mg ditambah
asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan;
2. Penanganan khusus
a) Kenali dan tegakkan diagnosis kerja
atonia uteri.
b) Teruskan pemijatan uterus.Masase
uterus akan menstimulasi kontraksi uterus yang menghentikan perdarahan.
c) Oksitosin dapat diberikan
bersamaan atau berurutan
d) Jika uterus
berkontraksi.Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus
berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi
dan jahit atau rujuk segera.
e) Jika uterus tidak berkontraksi maka
:Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & ostium
serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong, Antisipasi dini akan
kebutuhan darah dan lakukan transfusi sesuai kebutuhan. Jika perdarahan
terus berlangsung:
Pastikan
plasenta plasenta lahir lengkap;Jika terdapat tanda-tanda sisa plasenta (tidak
adanya bagian permukaan maternal atau robeknya membran dengan pembuluh
darahnya), keluarkan sisa plasenta tersebut.Lakukan uji pembekuan darah
sederhana.
Kegagalan
terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat
pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati.
B. YANG BERHUBUNGAN DENGAN ATONIA UTERI
a. Retensio plasenta
1. Pengertian
Retensio
Plasenta ialah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga 30 menit atau
lebih setelah bayi.
2. Penyebab
sebab retensio plasenta dibagi
menjadi 2 golongan ialah sebab fungsional dan sebab patologi anatomik.
1. Sebab fungsional
a) His yang kurang kuat (sebab utama)
b) Tempat melekatnya yang kurang
menguntungkan (contoh : di sudut tuba)
c) Ukuran plasenta terlalu kecil
d) Lingkaran kontriksi pada bagian
bawah perut
2. Sebab patologi anatomik (perlekatan plasenta yang abnormal)
a)
Plasenta
akreta : vili korialis menanamkan diri lebih dalam ke dalam dinding rahim
daripada biasa ialah
sampai ke batas antara endometrium dan miometrium
b)
Plasenta
inkreta : vili korialis masuk ke dalam lapisan otot rahim
c)
Plasenta
perkreta : vili korialis menembus lapisan otot dan mencapai serosa atau
menembusnya
3. Pencegahan
Untuk mencagah retensio plasenta
dapat disuntikkan 10 iu pitosin i.m segera setelah bayi lahir.
4. Akibat
Dapat
menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi,
placenta inkarserata, dapat terjadi polip placenta dan terjadi degenarasi ganas
korio karsinoma.
5. Penanganan
a. Sikap umum Bidan
1. Memperhatikan k/u penderita
a) Apakah anemis
b) Bagaimana jumlah perdarahannya
c) TTV : TD, nadi dan suhu
d) Keadaan
kontraksi dan fundus uteri
Mengetahui keadaan placenta:
a) Apakah placenta ikarserata
b) Melakukan tes
pelepasan placenta : metode kusnert, metode klein, metode strassman,
metode manuaba
c) Memasang infus
dan memberikan cairan pengganti
b. Sikap khusus bidan
1.
Retensio
placenta dengan perdarahan Langsung melakukan placenta manual
2.
Retensio
placenta tanpa perdarahan
a) Setelah dapat
memastikan k/u penderita segera memasang infus dan memberikan cairan.
b) Merujuk
penderita ke pusat dengan fasilitas cukup untuk mendapatkan penanganan lebih baik. Memberikan
tranfusi.
· Proteksi dengan antibiotika.
· Mempersiapkan placenta
manual dengan legeartis dalam keadaan pengaruh narkosa.
3.
Upaya
preventif retensio placenta oleh bidan
a) Meningkatkan penerimaan keluarga
berencana sehingga, memperkecil terjadi retensio placenta.
b) Meningkatkan penerimaan pertolongan
persalinan oleh nakes yang terlatih.
c) Pada waktu
melakukan pertolongan persalinan kala III tidak diperkenankan untuk melakukan
massase dengan tujuan mempercepat proses persalinan placenta. Massase yang
tidak tepat waktu dapat mengacaukan kontraksi otot rahim dan mengganggu
pelepasan placenta.
b.
sisa plasenta
1. pengertian
sisa plasenta
adalah sisa plasenta dan selaput ketuban yang masih tertinggal dalam rongga
rahim yang dapat menyebabkan perdarahan postpartum dini dan perdarahan
postpartum lambat Tertinggalnya sebagian plasenta sewaktu suatu bagian dari
plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat
berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan.
Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa
plasenta.
2. Penanganan
Pada umumnya
pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Dalam kondisi tertentu
apabila memungkinkan, sisa plasenta dapat dikeluarkan secara manual. Kuretase
harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif
tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus. Setelah selesai tindakan
pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika
melalui suntikan atau per oral. Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya
diberikan.
c.
involusio uteri
1. pengertian
involusio uteri adalah dimana uterus seorang ibu
setelah melahirkan atau setelah selesai tindakan kala tiga dan uterusnya
berubah terbalik dan bahkan sampai keluar dari vulva.
d.
gangguan pembekuan darah
1. pengertian
Gangguan
pada faktor pembekuan darah (trombosit) adalah Pendarahan yang terjadi karena
adanya kelainan pada proses pembekuan darah sang ibu, sehingga darah tetap
mengalir.
2.
Penyebab
Pada
periode post partum awal, kelainan sistem koagulasi dan platelet biasanya tidak
menyebabkan perdarahan yang banyak, hal ini bergantung pada kontraksi uterus
untuk mencegah perdarahan. Deposit fibrin pada tempat perlekatan plasenta dan
penjendalan darah memiliki peran penting beberapa jam hingga beberapa hari
setelah persalinan. Kelainan pada daerah ini dapat menyebabkan perdarahan post
partun sekunder atau perdarahan eksaserbasi dari sebab lain, terutama trauma.
3.
Tanda
dan gejal
1.
Perdarahan berlangsung terus
2.
Merembes dari tempat tusukan
4.
Komplikasi
Komplikasi-komplikasi
obstetric yang diketahui berhubungan dengan DIC (Koagulasi Intravaskuler
Diseminata) :
a. Sepesi oleh kuman gram negative,
terutama yang mneyertai dengan abortus septic
b. Syok berat
c. Pemberian cairan hipertonik ke dalam
uterus
5.
Penanganan
Jika
tes koagulasi darah menunjukkan hasil abnormal dari onset terjadinya perdarahan
post partum, perlu dipertimbangkan penyebab yang mendasari terjadinya
perdarahan post partum, seperti solutio plasenta, sindroma HELLP, fatty liver
pada kehamilan, IUFD, emboli air ketuban dan septikemia. Ambil langkah spesifik
untuk menangani penyebab yang mendasari dan kelainan hemostatik.
e.
ruptur uteri
1. pengertian
Ruptur Uteri adalah robekan atau
diskontinuita dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miomentrium.
2. Penyebab
1. riwayat
pembedahan terhadap fundus atau korpus uterus
2. induksi
dengan oksitosin yang sembarangan atau persalinan yang lama
3. presentasi
abnormal ( terutama terjadi penipisan pada segmen bawah uterus ).
3. Tanda dan
gejala
Tanda dan gejala
ruptur uteri dapat terjadi secara dramatis atau tenang.
Dramatis
·
Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat
kontraksi hebat memuncak
·
Penghentian kontraksi uterus disertai hilangnya
rasa nyeri
·
Perdarahan vagina ( dalam jumlah sedikit atau
hemoragi )
·
Terdapat tanda dan gejala syok, denyut nadi
meningkat, tekanan darah menurun dan nafas pendek ( sesak )
·
Temuan pada palpasi abdomen tidak sama dengan
temuan terdahulu
·
Bagian presentasi dapat digerakkan diatas rongga
panggul
·
Janin dapat tereposisi atau terelokasi secara dramatis
dalam abdomen ibu
·
Bagian janin lebih mudah dipalpasi
·
Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian
menurun menjadi tidak ada gerakan dan DJJ sama sekali atau DJJ masih didengar
·
Lingkar uterus dan kepadatannya ( kontraksi )
dapat dirasakan disamping janin ( janin seperti berada diluar uterus ).
Tenang
·
Kemungkinan terjadi muntah
·
Nyeri tekan meningkat diseluruh abdomen
·
Nyeri berat pada suprapubis
·
Kontraksi uterus hipotonik
·
Perkembangan persalinan menurun
·
Perasaan ingin pingsan
·
Hematuri ( kadang-kadang kencing darah )
·
Perdarahan vagina ( kadang-kadang )
·
Tanda-tanda syok progresif
·
Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek
pada servik atau kontraksi mungkin tidak dirasakan
·
DJJ mungkin akan hilang
4. Macamnya
Ruptura uteri dapat terjadi secara komplet dimana robekan terjadi pada
semua lapisan miometrium termasuk peritoneum dan dalam hal ini umumnya janin
sudah berada dalam cavum abdomen dalam keadaan mati ; ruptura inkomplet , robekan rahim secara
parsial dan peritoneum masih utuh.
f.
robekan jalan lahir
1.
klasifikasi
1. Vagina
Perlukaan
vagina sering terjadi sewaktu :
a.
Melahirkan janin dengan cnam.
b.
Ekstraksi bokong
c.
Ekstraksi vakum
d.
Reposisi presintasi kepala janin, umpanya pada letak oksipto posterior.
e.
Sebagai akibat lepasnya tulang simfisis pubis (simfisiolisis) bentuk robekan
vagina bisa memanjang atau melintang.
Komplikasi
robekan vagina antara lain :
a.
Perdarahan pada umumnya pada luka robek yang kecil dan superfisial terjadi
perdarahan yang banyak, akan tetapi jika robekan lebar dan dalam, lebih-lebih
jika mengenai pembuluh darah dapat menimbulkan perdarahan yang hebat.
b.
Infeksi jika robekan tidak ditangani dengan semestinya dapat terjadi infeksi
bahkan dapat timbul septikami.
Perlukaan
pada dinding depan vagina sering kali terjadi terjadi di sekitar orifisium
urethrae eksternum dan klitoris. Perlukaan pada klitoris dapat menimbulkan
perdarahan banyak. Kadang-kadang perdarahan tersebut tidak dapat diatasi hanya
dengan jahitan, tetapi diperlukan penjepitan dengan cunam selama beberapa hari.
Robekan
pada vagina dapat bersifat luka tersendiri, atau merupakan lanjutan robekan
perineum. Robekan vagina sepertiga bagian atas umumnya merupakan lanjutan
robekan serviks uteri. Pada umumnya robekan vagina terjadi karena regangan
jalan lahir yang berlebih-lebihan dan tiba-tiba ketika janin dilahirkan. Baik
kepala maupun bahu janin dapat menimbulkan robekan pada dinding vagina.
Kadang-kadang robekan terjadi akibat ekstraksi dengan forceps. Bila terjadi
perlukaan pada dinding vagina , akan timbul perdarahan segera setelah jalan
lahir. Diagnosa ditegakkan dengan mengadakan pemeriksaan langsung. Untuk dapat
menilai keadaan bagian dalam vagina, perlu diadakan pemeriksaan dengan
speculum. Perdarahan pada keadaan ini umumnya adalah perdarahan arterial
sehingga perlu dijahait. Penjahitan secara simpul dengan benang catgut kromik
no.0 atau 00, dimulai dari ujung luka sampai luka terjahit rapi.
Pada
luka robek yang kecil dan superfisal, tidak diperlukan penanganan khusus pada
luka robek yang lebar dan dalam, perlu dilakukan penjahitan secara
terputus-putus atau jelujur.
Bisanya
robekan pada vagina sering diiringi dengan robekan pada vulva maupun perinium.
Jika robekan mengenai puncak vagina, robekan ini dapat melebar ke arah rongga
panggul, sehingga kauum dougias menjadi terbuka. Keadaan ini disebut
kolporelasis. Kolporeksis adalah suatu keadaan dimana menjadi robekan pada
vagina bagian atas, sehingga sebagian serviks uteri dan sebagian uterus
terlepas dari vagina. Robekan ini dapat memanjang dan melintang.
2. Perlukaan Vulva
Perlukaan
vulva terdiri atas 2 jenis yaitu :
a.
Robekan Vulva
Perlukaan
vulva sering dijumpai pada waktu persalinan. Jika diperiksa dengan cermat, akan
sering terlihat robekan. Robekan kecil pada labium minus, vestibulum atau
bagianbelakang vulva. Jika robekan atau lecet hanya kecil dan tidak menimbulkan
perdarahan banyak, tidak perlu dilakkan tindakan apa-apa. Tetapi jika luka
robekan terjadi pada pembuluh darah, lebih-lebih jika robekan terjadi pada
pembuluh darah di daerah klitoris, perlu dilakukan penghentian perdarahan dan
penjahitan luka robekan. Luka-luka robekan diahit dengan catgut secara
terputus-putus ataupun secara jelujur. Jika luka robekan terdapat di sekitar
orifisium uretra atau diduga mengenai vesika urinaria, sebaiknya sebelum
dilakukan penjahitan, dipasang dulu kateter tetap.
b.
Hematoma Vulva
Terjadinya
robekan vulva disebabkan oleh karena robeknya, pembuluh darah terutama vena
yang terikat di bawah kulit alat kelamin luar dan selaput lendir vagina.
Hal
ini dapat terjadi pada kala pengeluaran, atau setelah penjahitan luka robekan
yang senbrono atau pecahnya vasises yang terdapat di dinding vagina dan vuluz.
Sering terjadi bahwa penjahitan luka episiotomi yang tidak sempurna atau
robekan pada dinding vagina yang tidak dikenali merupakan sebab terjadinya
hematome. Tersebut apakah ada sumber perdarahan. Jika ada, dilakukan
penghentian perdarahan. Perdarahan tersebut dengan mengikat pembuluh darah vena
atau arteri yang terputus. Kemudian rongga tersebut diisi dengan kasa streil
sampai padat dengan meninggalkan ujung kasa tersebut di luar. Kemudian luka
sayatan dijahit dengan jahitan terputus-putus atau jahitan jelujur. Dalam
beberapa hal setelah summer perdarahan ditutup, dapat pula dipakai drain.
3. Serviks Uteri
Bibir
serviks uteri merupakan jaringan yang mudah mengalami perlukaan saat persalinan
karena perlukaan itu portio vaginalis uteri pada seorang multipara terbagi
menjadi bibir depan dan belakang. Robekan serviks dapat menimbulkan perdarahan
banyak khususnya bila jauh ke lateral sebab di tempat terdapat ramus desenden
dari arateria uterina. Perlukaan ini dapat terjadi pada persalinan normal tapi
lebih sering terjadi pada persalinan dengan tindakan – tindakan pada pembukaan
persalinan belum lengkap. Selain itu penyebab lain robekan serviks adalah
persalinan presipitatus. Pada partus ini kontraksi rahim kuat dan sering
didorong keluar dan pembukaan belum lengkap. Diagnose perlukaan serviks
dilakukan dengan speculum bibir serviks dapat di jepit dengan cunam atromatik.
Kemudian diperiksa secara cermat sifat- sifat robekan tersebut. Bila ditemukan
robekan serviks yang memanjang, maka luka dijahit dari ujung yang paling atas,
terus ke bawah. Pada perlukaan serviks yang berbentuk melingkar, diperiksa
dahulu apakah sebagian besar dari serviks sudah lepas atau tidak. Jika belum
lepas, bagian yang belum lepas itu dipotong dari serviks, jika yang lepas hanya
sebagian kecil saja itu dijahit lagi pada serviks. Perlukaan dirawat untuk
menghentikan perdarahan.
4. Korpus uteri
Perlukaan
yang paling berat pada waktu persalianan ialah robekan uterus. Robekan ini
dapat terjadi pada waktu kehamilan atau pada waktu persalianan, namun yang
paling sering terjadi ialah robekan ketika persalinan. Mekanisme terjadinya
robekan uterus bermacam-macam. Ada yang terjadi secara spontan, dan ada pula
yang terjadi akibat ruda paksa. Lokasi robekan dapat korpus uteri atau segmen
bawah uterus. Robekan bisa terjadi pada tempat yang lemah pada dinding uterus
misalnya pada parut bekas operasi seksio sesarea atau bekas miomektomi. Robekan
bisa pula terjadi tanpa ada parut bekas operasi, apabila segmen bawah uterus
sangat tipis dan regang karena janin megalami kesulitan untuk melalui jalan
lahir. Robekan uterus akibat ruda paksa umumnya terjadi pada persalinana buatan
, misalnya pada estrasi dengan cunam atau pada versi dan ekstrasi. Dorongan
Kristeller bila tidak dikerjakan sebagaimana mestinya dapat menimbulkan robekan
uterus. Secara anatomi robekan uterus dapat dibagi dalam dua jenis yaitu:
•
Robekan inkomplet, yakni robekan yang mengenai endometrium dan miometrium
tetapi perimetrium masih utuh.
•
Robekan komplet, yakni robekan yang mengenai endometrium, miometrium dan
perimetrium sehingga terdapat hubungan langsung antara kavum uteri dan rongga
perut. Robekan uterus komplet yang terjadi ketika persalianan berlangsung
menyebabakan gejala yang khas yaitu nyeri perut mendadak, anemia, syok dan
hilangnya kontraksi. Pada keadaan ini detak jantung janin tidak terdengar lagi,
serta bagian-bagian janin dengan mudah dapat teraba dibawah dinding perut ibu.
5. Uterus
Ruptura
uteri disebabkan oleh his yang kuat dan terus menerus, rasa nyeri yang hebat di
perut bagian bawah, nyeri waktu ditekan, gelisah atau seperti ketakutan, nadi
dan pernafasan cepar, cincin van bandi meninggi. Setelah terjadi ruptura uteri
dijumpai gejala-gejala syok, perdarahan (bisa keluar melalui vagina atau pun ke
dalam rongga perut), pucat, nadi cepat dan halus, pernafasan cepat dan dangkal,
tekanan darah turun. Pada palpasi sering bagian-bagian janin dapat diraba
langsung di bawah dinding perut, ada nyeri tekan, dan di perut bagian bawah
teraba uterus kira-kira sebesar kepala bayi. Umumnya janin sudah meninggal.
Jika kejadian ruptura uteri lebih lama terjadi, akan timbul gejala-gejala
metwarisme dan defenci musculare sehingga sulit untuk dapat meraba bagian
janin.
Ruptur
uteri dibedakan menjadi dua yaitu:
a.
Ruptura uteri spontan. Ruptura uteri spontan dapat terjadi pada keadaan di mana
terdapat rintangan pada waktu persalinan, yaitu pada kelainan letak dan
presentasi janin, disproporsi sefalopelvik, vanggul sempit, kelainan panggul,
tumor jalan lahir.
b.
Ruptura uteri traumatik dalam hal ini reptura uteri terjadi oleh karena adanya
lucus minoris pada dinding uteus sebagai akibat bekas operasi sebelumnya pada
uterus, seperti parut bekas seksio sesarea, enukkasi mioma/meomektomi,
histerotomi, histerorafi, dan lain-lain. Reptura uteri pada jaringan parut ini
dapat dijumpai dalam bentuk tersembunyi (occult) yang dimaksud dengan bentuk
nyata/jelas adalah apabila jaringan perut terbuka seluruhnya dan disertai pula
dengan robeknya ketuban, sedang pada bentuk tersembunyi, hanya jaringan perut
yang terbuka, sedang selaput ketuban tetap utuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar